HIDROSEFALUS

A.    PENGERTIAN HIDROSEFALUS
Kata hidrosefalus diambil dari bahasa Yunani yaitu Hydro yang berarti air, dan cephalus yang berarti kepala.5 Secara umum hidrosefalus dapat didefiniskan sebagai suatu gangguan pembentukan, aliran, maupun penyerapan dari cairan serebrospinal sehingga terjadi kelebihan cairan serebrospinal pada susunan saraf pusat, kondisi ini juga dapat diartikan sebagai gangguan hidrodinamik cairan serebrospinal.
Hidrosefalus adalah keadaan patologi otak yang mengakibatkan bertambahnya Cairan Serebrospinalis (CSS) dengan tekanan intrakarnial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS. Hidrosefalus merupakan gangguan yang terjadi akibat kelebihan cairan serebrospinal pada sistem saraf pusat. Kasus ini merupakan salah satu masalah yang sering ditemui di bidang bedah saraf, yaitu sekitar 40% hingga 50%. Penyebab hidrosefalus pada anak secara umum dapat dibagi menjadi dua, prenatal dan postnatal. Baik saat prenatal maupun postnatal, secara teoritis patofisiologi hidrosefalus terjadi karena tiga hal yaitu produksi liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi liquor yang berlebihan, dan peningkatan tekanan sinus venosa.

B.     ANATOMI DAN FISIOLOGI
Ruangan CSS mulai terbentuk pada minggu kelima masa embrio, terdiri dari sistem ventrikel, sistem magna pada dasar otak dan ruangan subaraknoid yang meliputi seluruh susunan syaraf. CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus koroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan araknoid yang meliputi seluruh susunan syaraf pusat (SSP). Hubungan antara sistem ventrikel dan ruang subaraknoid adalah melalui foramen Magendie di median dan foramen Luschka di sebelah lateral ventrikel IV. Aliran CSS yang normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen Monroi ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luscha dan Magendie ke dalam ruang subaranoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorpsi CSS oleh sistem kapiler.



C.     ETIOLOGI
Kasus hydrocephalus terjadi 2 per 1.000 kelahiran. Kondisi ini bisa dideteksi sejak masih dalam kandungan (Congenital Hydrocephalus) sehingga tindakan lanjut dari kondisi ini sudah bisa disiapkan sejak sebelum persalinan.

D.    EPIDEMIOLOGI
1.      Distribusi dan Frekuensi
a.       Orang
Hidrosefalus internus atau penumpukan cairan serebrospinalis yang berlebihan dalam ventrikel otak dengan akibat pembesaran kranium, terjadi pada satu diantara 2.000 janin dan merupakan 12% diantara malformasi berat yang ditemukan pada waktu lahir. Cacat yang sering terjadi bersamaan adalah spina bifida yang ditemukan pada sepertiga kasus. Seringkali lingkaran kepala melampaui 50 cm, dan terkadang mencapai 80 cm. Volume cairan biasanya antara 500 dan 1500 ml, tetapi dapat mencapai 5 liter. Presentasi sungsang ditemukan pada sepertiga kasus. Apapun presentasinya, biasanya akan terjadi disproporsi sephalopelvik, dan biasanya mengakibatkan distosia yang berat.
b.      Tempat dan Waktu
Hidrosefalus dapat mempengaruhi kesehatan baik pasien anak dan dewasa. Menurut situs NIH pada tahun 2008, diperkirakan 700.000 anak-anak dan orang dewasa yang hidup dengan hydrocephalus. Hydrocephalus Pediatric mempengaruhi satu di setiap 500 kelahiran hidup, membuatnya menjadi salah satu yang paling umum cacat perkembangan , lebih umum dari sindrom Down atau tuli. Ini adalah penyebab utama operasi otak untuk anak-anak di Amerika Serikat. Ada lebih dari 180 penyebab yang berbeda kondisi tersebut, salah satu etiologi diperoleh paling umum adalah perdarahan otak yang berhubungan dengan kelahiran prematur. Hidrosefalus dapat terdeteksi selama pemeriksaan USG.
2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi
a.       Lahir prematur, bayi yang lahir prematur memiliki risiko yang lebih tinggi perdarahan intraventricular (perdarahan dalam ventrikel otak), yang dapat menyebabkan hidrosefalus.
b.      Masalah selama kehamilan infeksi pada rahim selama kehamilan dapat meningkatkan risiko hidrosefalus pada bayi berkembang. Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. secara patologis terlihat penebalan jaringan piameter dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain, penyebab infeksi adalah toksoplasmosis.
c.       Masalah dengan perkembangan janin seperti penutupan yang tidak lengkap dari kolom tulang belakang. Beberapa cacat bawaan mungkin tidak terdeteksi saat lahir, tetapi peningkatan risiko hydrocephalus akan tampak saat usia bayi lebih tua (masih masa anak - anak).
d.      Lesi dan tumor sumsum tulang belakang atau otak. Pada anak yang menyebabkan penyumbatan ventrikel IV / akuaduktus sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari cerebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma. Hydrocephalus Infantil, 4% adalah karena tumor fossa fosterior.
e.       Infeksi pada sistem saraf.
f.       Perdarahan di otak. Hydrocephalus Infantil, 50% adalah karena perdarahan dan meningitis.
g.      Memiliki cedera kepala berat.

E.     GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinik hidrosefalus dipengaruhi oleh umur penderita, penyebab, dan lokasi obstruksi. Gejala – gejala yang menonjol merupakan refleksi hipertensi intrakranial. Rincian gambaran klinik adalah sebagai berikut:
1.      Neonatus
Gejala hydrocephalus yang paling umum dijumpai pada neonatus adalah iritabilitas. Sering kali anak tidak mau makan dan minum, kadang – kadang kesadaran menurun ke arah letargi. Anak kadang – kadang muntah, jarang yang bersifat proyektil. Pada masa neonatus ini gejala – gejala lainnya belum tampak, sehingga apabila dijumpai gejala – gejala seperti tersebut di atas, perlu dicurigai adanya kemungkinan hydrocephalus. Dengan demikian dapat dilakukan pemantauan secara teratur dan sistematik.
Pada anak di bawah 6 tahun, termasuk neonatus, akan tampak pembesaran kepala karena sutura belum menutup secara sempurna. Pembesaran kepala ini harus dipantau dari waktu ke waktu, dengan mengukur lingkar kepala. Fontanela anterior tampak menonjol, pada palpasi terasa tegang dan padat. Pemeriksaan fontanela ini harus dalam situasi yang santai, tenang, dan penderita dalam posisi berdiri atau duduk tegak. Tidak ditemukannya fontanela yang menonjol bukan berarti bahwa tidak ada hydrocephalus. Pada umur 1 tahun, fontanela anterior sudah menutup atau oleh karena rongga tengkorak yang melebar maka tekanan intrakranial secara relatif akan mengalami dekompresi.
Vena – vena di kulit kepala dapat sangat menonjol, terutama apabila bayi menangis. Peningkatan tekanan intrakranial akan mendesak darah vena dari alur normal di basis otak menuju ke sistem kolateral dan saluran – saluran yang tidak mempunyai klep. Mata penderita hydrocephalus memperlihatkan gambaran yang khas, yang disebut sebagai setting-sun sign, skera yang berwarna putih akan tampak di atas iris. Paralisis nervus abdusens, yang sebenarnya tidak menunjukkan lokasi lesi, sering dijumpai pada anak yang berumur lebih tua dan pada dewasa. Kadang – kadang terlihat adanya nistagmus dan strabismus. Pada hydrocephalus yang sudah lanjut dapat terjadi edema papil atau atrofi papil. Tidak adanya pulsasi vena retina merupakan tanda awal hipertensi intrakranial yang khas.
2.      Dewasa
Gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri kepala. Sementara itu, gangguan visus, gangguan motorik/berjalan, dan kejang terjadi pada 1/3 kasus hydrocephalus pada usia dewasa. Pemeriksaan neurologik pada umumnya tidak menunjukkan kelainan, kecuali adanya edema papil dan/atau paralisis nervus abdusens.

F.      PENCEGAHAN
1.      Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi faktor risiko atau mencegah berkembangnya faktor risiko, sebelum dimulainya perubahan patologis, dilakukan pada tahap suseptibel dan induksi penyakit, dengan tujuan mencegah atau menunda terjadinya kasus baru penyakit. Pada kasus hydrocephalus pencegahan dapat dilakukan dengan:
a.       Pada kehamilan perawatan prenatal yang teratur secara signifikan dapat mengurangi risiko memiliki bayi prematur, yang mengurangi risiko bayi mengalami hydrocephalus.
b.      Untuk penyakit infeksi , setiap individu hendaknya memiliki semua vaksinasi dan melakukan pengulangan vaksinasi yang direkomendasikan.
c.       Meningitis merupakan salah satu penyebab terjadinya hydrocephalus. Untuk itu perlu dilakukan penyuluhan tentang pentingnya vaksin meningitis bagi orang – orang yang berisiko menderita meningitis. Vaksinasi dianjurkan untuk individu yang berpergian ke luar negeri, orang dengan gangguan sistem imun dan pasien yang menderita gangguan limpa.
d.      Mencegah cedera kepala.

2.      Pencegahan Sekunder
a.    Diagnosis
Hydrocephalus merupakan salah satu dari kelainan kongenital. Untuk mewaspadai adanya kelainan kongenital maka diperlukan pemeriksaan fisik, radiologik, dan laboratorium untuk menegakkan diagnosa kelainan kongenital setelah bayi lahir. Disamping itu, dengan kemajuan teknologi kedokteran suatu kelainan kongenital kemungkinan telah diketahui selama kehidupan janin seperti adanya diagnosa prenatal atau antenatal.
Pada hydrocephalus, diagnosa biasanya mudah dibuat secara klinis. Pada anak yang lebih besar kemungkinan hydrocephalus diduga bila terdapat gejala dan tanda tekanan intrakranial yang meninggi. Tindakan yang dapat membantu dalam menegakkan diagnosis ialah transluminasi kepala, ultrasonogafi kepala bila ubunubun besar belum menutup, foto Rontgen kepala dan tomografi komputer (CT Scan). Pemeriksaan untuk menentukan lokalisasi penyumbatan ialah dengan menyuntikkan zat warna PSP ke dalam ventrikel lateralis dan menampung pengeluarannya dari fungsi lumbal untuk mengetahui penyumbatan ruang subaraknoid. Sebelum melakukan uji PSP ventrikel ini, dilakukan dahulu uji PSP ginjal untuk menentukan fungsi ginjal. Ventrikulografi dapat dilakukan untuk melengkapi pemeriksaan.Namun dengan adanya pemeriksaan CT Scan kepala, uji PSP ini tidak dikerjakan lagi.
b.    Pengobatan
Penanganan hydrocephalus telah semakin baik dalam tahun-tahun terakhir ini, tetapi terus menghadapi banyak persoalan. Idealnya bertujuan memulihkan keseimbangan antara produksi dan resorpsi CSF. Beberapa cara dalam pengobatan hydrocephalus yaitu:
1.      Terapi Medikamentosa
Hydrocephalus dengan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi pada umumnya tidak memerlukan tindakan operasi. Dapat diberi asetazolamid dengan dosis 25-50 mg/kg BB. Asetazolamid dalam dosis 40-75 mg/kg 24 jam mengurangi sekitar sepertiga produksi CSF, dan terkadang efektif pada hydrocephalus ringan yang berkembang lambat. Pada keadaan akut dapat diberikan manitol. Diuretika dan kortikosteroid dapat diberikan, meskipun hasilnya kurang memuaskan.
2.      Operasi
Operasi berupa upaya menghubungkan ventrikulus otak dengan rongga peritoneal, yang disebut ventriculo-peritoneal shunt. Tindakan ini pada umumnya ditujukan untuk hydrocephalus non-komunikans dan hydrocephalus yang progresif. Setiap tindakan pemirauan (shunting) memerlukan pemantauan yang berkesinambungan oleh dokter spesialis bedah saraf. Pada Hydrocephalus Obstruktif, tempat obstruksi terkadang dapat dipintas (bypass). Pada operasi Torkildsen dibuat pintas stenosis akuaduktus menggunakan tabung plastik yang menghubungkan tabung plastik yang menghubungkan 1 ventrikel lateralis dengan sistem magna dan ruang subaraknoid medula spinalis; operasi tidak berhasil pada bayi karena ruanganruangan ini belum berkembang dengan baik.
3.         Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan progresi penyakit ke arah berbagai akibat penyakit yang lebih buruk, dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup pasien. Pada penderita hydrocephalus pencegahan tersier yang dapat dilakukan yaitu dengan pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Tindakan ini dilakukan pada periode pasca operasi. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi shunt seperti infeksi, kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional yang disebabkan oleh jumlah aliran yang tidak adekuat.

Infeksi pada shunt meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian. Kegagalan mekanis mencakup komplikasikomplikasi seperti: oklusi aliran di dalam shunt (proksimal, katup atau bagian distal), diskoneksi atau putusnya shunt, migrasi dari tempat semula, tempat pemasangan yang tidak tepat. Kegagalan fungsional dapat berupa drainase yang berlebihan atau malah kurang lancarnya drainase. Drainase yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi lanjut seperti terjadinya efusi subdural, kraniosinostosis, lokulasi ventrikel, hipotensi ortostatik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANTONIM I

Screening Test Kesehatan yang Perlu Dilakukan oleh Wanita

Antonim II