FIMOSIS
A. PENGERTIAN
FIMOSIS
Fimosis adalah keadaan di mana prepusium tidak dapat
di tarik ke belakang (proksimal) / membuka. Kadang-kadang lubang pada prepusium
hanya sebesar ujung jarum, sehingga sulit untuk keluar ( Purnomo, tahun 2003).
Pada 95% bayi, kulub masih melekat pada glans penis sehingga tidak dapat di
tarik ke belakang dan hal ini tidak dikatakan fimosis. Pada umur 3 tahun
anak yang fimosis sebanyak 10% (Ikatan dokter Anak Indonesia,tahun 2008)
.
Fimosis (Phimosis) merupakan salah satu
gangguan yang timbul pada organ kelamin bayi laki-laki, yang dimaksud dengan
fimosis adalah keadaan dimana kulit kepala penis (preputium) melekat
pada bagian kepala (glans) dan mengakibatkan tersumbatnya lubang di
bagian air seni, sehingga bayi dan anak kesulitan dan kesakitan saat kencing, kondisi
ini memicu timbulnya infeksi kepala penis (balantis). Jika keadaan ini
dibiarkan dimana muara saluran kencing di ujung penis tersumbat maka dokter
menganjurkan untuk disunat. Tindakan ini dilakukan dengan membuka dan memotong
kulit penis agar ujungnya terbuka (Rukiyah,2010:230).
Fimosis bisa merupakan kelainan bawaan sejak lahir
(kongenital) maupun didapat. Fimosis kongenital (true phimosis) terjadi
apabila kulit preputium selalu melekat erat pada glans penis dan tidak dapat
ditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta
diproduksinya hormone dan faktor pertumbuhan, terjadi proses keratinisasi
lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis bagian dalam
preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glans penis (Muslihatun,
2010:161).
B. ETIOLOGI
FIMOSIS
Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi
karena ruang di antara kutup dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi
ini menyebabkan kulup menjadi melekat pada kepala penis, sehingga sulit ditarik
ke arah pangkal. Penyebabnya, bisa dari bawaan dari lahir atau didapat,
misalnya karena infeksi atau benturan. (Putra,2012:394)
Untuk mengetahui adanya kelainan saluran kemih pada
bayi, tiap bayi baru lahir harus diperhatikan apakah bayi telah berkemih
setelah lahir atau paling lambat 24 jam setelah lahir. Perhatikan apakah urin
banyak atau sedikit sekali. Bila terdapat gangguan ekskresi bayi akan terlihat
sembab pada mukanya. Atau bila kelainan lain misalnya kista akan terlihat perut
bayi lebih besar dari normal. Jika menjumpai kelainan tersebut beritahu dokter.
Sampai bayi umur 3 hari pengeluaran urin tidak terpengaruh oleh pemberian
cairan. Baru setelah umur 5 hari dapat terpengaruh. (Khoirunnisa,2010:174)
C. GEJALA
FIMOSIS
Gejala
yang sering terjadi pada fimosis menurut (Rukiyah,2010:230) diantaranya:
1. Bayi
atau anak sukar berkemih
2. Kadang-kadang
begitu sukar sehingga kulit preputium menggelembung seperti balon.
3. Kulit
penis tidak bisa ditarik kearah pangkal
4. Penis
mengejang pada saat buang air kecil
5. Bayi
atau anak sering menangis sebelum urin keluar/Air seni keluar tidak lancar
6. Timbul
infeksi
D. PATOFISIOLOGI
FIMOSIS
Menurut (Muslihatun,2010:161) Fimosis dialami oleh
sebagian besar bayi baru lahir, karena terdapat adesi alamiah antara preputium dengan
glans penis. Sampai usia 3-4 tahun, penis tumbuh dan berkembang. Debris yang
dihasilkan oleh epitel preputium (smegma) mengumpul di dalam preputium dan
perlahan-lahan memisahkan preputium dengan glans penis. Smegma terjadi dari
sel-sel mukosa preputium dan glans penis yang mengalami deskuamasi oleh bakteri
yang ada di dalamnya.
Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat
preputium terdilatasi perlahan-lahan sehingga preputium menjadi retraktil dan
dapat ditarik ke arah proksimal. Pada usia 3 tahun, 90% preputium sudah dapat
diretraksi. Pada sebagian anak, preputium tetap lengket pada glans penis,
sehingga ujung preputium mengalami penyimpangan dan akhirnya dapat mengganggu
fungsi miksi.
E. KOMPLIKASI
FIMOSIS
Komplikasi yang dapat terjadi pada anak /bayi yang
mengalami fimosis, antara lain terjadinya infeksi pada uretra kanan dan kiri
akibat terkumpulnya cairan smegma dan urine yang tidak dapat keluar seluruhnya pada
saat berkemih. Infeksi tersebut akan naik mengikuti saluran urinaria hingga
mengenai ginjal dan dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (Muslihatun,2010:162).
Pada 90% laki-laki yang dikhitan kulup zakar menjadi
dapat ditarik kembali (diretraksi) pada umur 3 tahun. Ketidakmampuan untuk
meretraksi kulup zakar sebelum umur ini dengan demikian fimosis patologis dan
fimosis merupakan indikasi untuk dikhitan. Fimosis adalah ketidakmampuan kulup
zakar untuk diretraksi pada umur tertentu yang secara normal harus dapat
diretraksi. Fimosis dapat kongenital/sekuele radang. Fimosis yang sebenarnya
biasanya memerlukan bedah pelebaran/pembesaran cincin fimosis/khitan. Akumulasi
smegma di buah kulup zakar infatil fimosis patologis dan fimosis memerlukan
pengobatan bedah (Sudarti,2010:185).
F. PENATALAKSANAAN
FIMOSIS
Tidak dianjurkan melakukan retraksi yang dipaksakan
pada saat membersihkan penis, karena dapat menimbulkan luka dan terbentuk sikatriksa
pada ujung preputium sehingga akan terbentuk fimosis sekunder. Fimosis yang
disertai balaniits xerotica obliterans dapat diberikan salep deksamethasone
0,1% yang dioleskan 3-4 kali sehari, dan diharapkan setelah 6 minggu pemberian,
preputium dapat diretraksi spontan.
Fimosis dengan keluhan miksi, menggelembungnya ujung
preputium pada saat miksi, atau infeksi prostitis merupakan indikasi untuk
dilakukan sirkumsisi. Fimosis yang disertai balantis atau prostitis harus
diberikan antibiotika lebih dahulu sebelum dilakukan sirkumsisi. Jika fimosis
menyebabkan hambatan aliran air seni, diperlukan tindakan sirkumsisi (membuang
sebagian atau seluruh bagian kulit preputium) atau teknik bedah lainnya seperti
preputioplasty (memperlebar bukaan kulit preputium tanpa memotongnya).
Indikasi medis utama dilakukannya tindakan sirkumsisi pada anak-anak adalah
fimosis patologik (Muslihatun,2010:162)
Menurut (Putra,2012:395) penatalaksanaan fimosis
yang dapat dilakukan terbagi menjadi dua, yakni secara medis dan secara
konservatif. Berikut penjelasan masing-masing.
1. Penatalaksanaan
secara medis
a. Dilakukan
tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau seluruh bagian kulit preputium).
b. Dilakukan
tindakan teknik bedah preputioplasty (memperlebar bukaan kulit preputium
tanpa memotongnya).
2. Penatalaksanaan
secara konservatif
Cara menjaga kebersihan
pada fimosis adalah dengan menjaga kebersihan bokong dan penis.Berikut
penjelasannya.
a. Bokong
Area bokong sangat
mudah terkena masalah karena sering terpapar dengan popok basah dan terkena
macam-macam iritasi dari bahan kimia serta mikroorganisme penyebab infeksi air
kemih atau tinja, maupun gesekan dengan popok atau baju. Biasanya, akan timbul gatal-gatal
dan merah di sekitar bokong. Meski tidak semua bayi mengalaminya, namun pada
eberapa bayi, gatal-gatal dan merah dibokong cenderung berulang timbul. Tindak
pencegahan yang penting adalah mempertahankan area ini tetap kering dan bersih.
b. Penis
Tindakan yang sebaiknya
dilakukan pada area penis adalah sebagai
berikut :
1) Sebaiknya
setelah BAK, penis dibersihkan denga air hangat menggunakan kassa.
Membersihkannya harus sampai selangkangan, jangan digosok-gosok. Cukup diusap
dari atas ke bawah dengan satu arah sehingga bisa bersih dan yang kotor bisa hilang.
2) Setiap
selesai BAK, popok selalu diganti agar kondisi penis tidak iritasi.
3) Setelah
BAK, penis jangan dibersihkan dengan sabun yang banyak karena bisa menyebabkan
iritasi.
4) Memberikan
salep kortikoid (0,05-0,1%) 2 kali per hari selama 20-30 hari. Terapi
ini tidak dianjurkan bagi bayi dan anak-anak yang masih memakai popok, tetapi
dapat dipertimbangkan untuk usia sekitar 3 tahun.
Komentar
Posting Komentar